Jakarta, CNN Indonesia — PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Elnusa Tbk tercantum dalam dokumen Paradise Papers yang dirilis International Consortium of Investigative Journalists (ICJI). Paradise Papers merupakan kumpulan 13,4 juta dokumen yang memuat daftar perusahaan dan orang-orang kaya yang secara ‘diam-diam’ berinvestasi di negara ‘surga pajak’.
Dokumen itu menyebutkan Elnusa terdaftar sejak 2014 silam. Emiten minyak dan gas bumi berkode ELSA tersebut disebut membuat perusahaan cangkang (offshore) di negara surga pajak lewat Elnusa LTD di Singapura, serta Elnusa Bangkanai Energy Limited, dan Elnusa Kangean Resources Ltd di British Virgin Island.
“Harusnya sih tidak ada ya. Saya belum bisa memastikan, tetapi akan saya cek ke bagian legal,” ujar Investor Relation Elnusa Rifqi B Prasetyo kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/11).
Elnusa merupakan perusahaan penyedia jasa energi yang terafiliasi PT Pertamina (Persero) dengan kepemilikan saham sebesar 41 persen. Perusahaan yang bermarkas di Graha Elnusa Jalan TB Simatupang Kavling I B tersebut mencatat laba bersih Rp85,6 miliar atau lima kali lipat dibandingkan perolehan laba bersih semester I 2017.
Dalam keterangan resminya disebutkan bahwa perusahaan mendulang untung lantaran beberapa proyek raksasa yang baru dimulai, antara lain proyek survei seismik darat 3D Papua Barat, proyek survei seismik lepas pantai yang menggunakan kapal seismik ELSA Regent di Laut Andaman Aceh, dan proyek pengeboran sumur eksplorasi di Kalimantan Timur.
Hal serupa juga dilakukan PHE, anak usaha PT Pertamina (Persero). Dalam dokumen Paradise Papers, PHE tercatat memiliki perusahaan offshore melalui Pertamina Hulu Energi Ambalat Ltd dan Pertamina Hulu Energi Bukat Ltd di Bermuda.
PHE yang berkantor di Jalan Letjen TB Simatupang, Jakarta Selatan, dengan alternatif alamat di Gedung Kwarnas Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 6, Jakarta Pusat bergerak dibidang hulu migas. Perusahaan ini mengelola operasional sebanyak 57 anak perusahaan, 8 perusahaan patungan, dan 4 perusahaan afiliasi yang mengelola blok-blok migas di dalam dan luar negeri.
Bahkan, induk PHE juga pernah terseret dalam laporan Panama Papers yang juga dirilis International Consortium of Investigative Journalis (ICIJ) tahun lalu.
Dwi Soetjipto, bos Pertamina kala itu, menampik bahwa perusahaannya dan anak-anak usaha menggunakan jasa firma hukum Mossack Fonseca untuk membuat perusahaan offshore di negara bebas pajak.
Sekadar informasi, sebagian besar data Paradise Papers bersumber dari Appleby, perusahaan hukum yang bermarkas di Bermuda dan Cayman Islands.
Namun, ICIJ menyatakan, terdapat legitimasi terhadap penggunaan jasa perusahaan cangkang offshore dan trust. ICIJ tidak menyatakan dan memberikan sugesti bahwa perusahaan yang tercatat dalam dokumen tersebut melanggar hukum atau bertindak tidak sesuai. (agi)
JAKARTA. Kendati harga minyak dan gas sedikit mengalami perbaikan, kondisi ini belum membuat perusahaan yang bergerak di jasa penunjang bisa bernafas lega. Maklum, banyak Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) menahan kegiatan eksplorasi.
Imbasnya, beberapa perusahaan jasa penunjang migas sedikit seret mendapatkan tender dan kontrak baru tahun ini. Namun, hal tersebut tidak terlalu mengganggu kegiatan operasi PT Elnusa Tbk. Emiten di Bursa Efek Indonesia berkode ELSA ini mengantisipasi sepinya tender di dalam negeri dengan mengikuti tender di luar negeri.
Seperti diketahui, anak usaha Pertamina ini sudah pernah melakukan pengerjaan kontrak jasa kontraktor migas untuk mengerjakan proyek-proyek di luar negeri. Seperti India, Aljazair dan Brunei.
Bahkan, pada tahun lalu, ELSA berpartisipasi mengikuti tender di Myanmar dan Malaysia. Nah, pada tahun ini, ELSA tak luput melihat peluang tersebut.
Perusahaan ini sudah memiliki rencana bisa mengikuti beberapa tender, khususnya di wilayah regional, seperti Asia Tenggara. “Pasti ada di Asia Tenggara. Kalau negara sama saja seperti tahun lalu, namanya juga tender, masih berpotensi,” ujar Fajriyah Usman, Sekretaris Perusahaan ELSA kepada KONTAN, Minggu (5/2).
Apalagi, perusahaan ini tengah membidik pertumbuhan pendapatan 10% pada tahun ini. Sambil berharap pada jasa hulu migas dan transportasi sebagai penyokong pertumbuhan. Asumsi tersebut bisa tercapai bila harga minyak mampu stabil di US$ 50 hingga US$ 55 per barel.
Oleh karena itu, kendati di dalam negeri masih sepi tender, Elnusa terus membidik peluang di negeri orang. Sementara di dalam negeri perusahaan ini sudah mendapatkan kontrak baru. Salah satunya dari jasa kapal seismik yang berasal dari PT Pertamina Hulu Energy (PHE).
Dengan kompetensinya dan pernah melakukan pengerjaan di beberapa negara, saat ini ELSA cukup kompetitif bisa mengikuti tender di luar negeri. Otomatis, perusahaan ini tidak lagi tergantung dengan banyak atau tidaknya tender yang tersedia di dalam negeri.
Selain itu, harga yang didapatkan dari proyek di luar negeri sedikit lebih baik dibandingkan dengan tender lokal. “Kalau tender sesuai dengan spesifikasi pasti kami akan ikut,” lanjutnya.
Tahun ini perusahaan mengalokasikan dana belanja modal atau capex sekitar US$ 60 juta yang digunakan untuk pengembangan bisnis seismik, industri kapal dan flare gas. Selain itu, perusahaan ini juga akan melakukan investasi membeli streamer untuk kapal seismik dengan nilai mencapai US$ 2 juta. Tak lupa, Elnusa banyak melakukan diversifikasi. Salah satunya pembangunan pembangkit listrik flare gas yang sudah berjalan sejak tahun lalu.
Saat ini, mayoritas pendapatan ELSA ditopang jasa logistik migas. Bisnis ini telah beroperasi di 27 kota di seluruh Indonesia dengan memiliki lebih dari 4.000 armada. Tahun ini, target jasa logistik migas menyumbang 45% pendapatan Elnusa.
http://industri.kontan.co.id/news/elnusa-rajin-ikut-tender-di-luar-negeri
Sumber : KONTAN.CO.ID
perkembangan INVES + TRADING @ 3 warteg saham gw : KBSU, OT B, n OT C @ ELSA, kira2 seperti ini :
per tgl 2 Maret 2015 @ warteg kbsu n ot C sbb:
per tgl 28 Desember 2015 n tgl 20 Januari 2016, kondisi harga saham elsa terhadap rerata harga beli gw (AVG) sbb:
per tgl 8 April 2016, elsa KEMBALI MASUK WARTEG kbsu tuh :
setelah kurang lebe 2 minggu diinves (+ trading, FLDTT tuk tambah UNIT) kembali @ warteg kbsu, maka POTENTIAL GAIN% menjadi sbb:
Bisnis.com, JAKARTA – Terpuruknya harga minyak mentah dunia hingga level di bawah US$30 per barel membuat kinerja perusahaan minyak dan gas rontok.
Tahun ini, perusahaan jasa minyak dan gas bumi PT Elnusa Tbk. juga berharap dari tuah membaiknya harga emas hitam agar pundi-pundi laba meningkat.
Destya Faishal, analis PT Phillip Securities Indonesia, dalam risetnya menyebutkan pihaknya mempertahankan pandangan negatif terhadap industri minyak dan gas. Hal itu terjadi lantaran melimpahnya pasokan global yang diproyeksikan bakal bertahan tahun ini.
Kegiatan hulu Migas diproyeksi akan diikuti oleh penurunan harga minyak dunia. Pada Januari 2016, jumlah rig total di Indonesia merosot 44% year-on-year dan turun 20% dari bulan sebelumnya.
Proyeksi Pendapatan & Laba Ditingkatkan
Kendati demikian, Phillip Securities menetapkan rekomendasi beli saham ELSA dengan target harga lebih tinggi dari Rp310 per lembar. Dia juga meningkatkan proyeksi pendapatan Elnusa menjadi Rp3,45 triliun dari sebelumnya Rp3,16 triliun.
Perseroan mengumumkan telah mengantongi kontrak baru senilai US$317 juta dari jasa perawatan sumur dan proyek seismik berbanding US$185 juta pada tahun lalu.
“Kami juga merevisi naik proyeksi laba bersih Elnusa tahun ini menjadi Rp406 miliar dari estimasi sebelumnya Rp306 miliar,” tulisnya.
Dia mengatakan, manajemen Elnusa berniat untuk memasuki bisnis listrik bersama induk usaha, PT Pertamina (Persero), melalui pengembangan listrik tenaga gas buang demi diversifikasi bisnis.
Ekspansi itu dilakukan untuk mendukung program pemerintah mendorong peningkatan kapasitas daya listrik.
Perseroan kemudian akan menjual listrik yang diproduksi kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Rencana ekspansi itu juga bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar menjadi 8%-10% tahun ini dari sebelumnya 5% dengan fokus pada jasa pemeliharaan dibandingkan dengan pengeboran baru yang diproyeksi bakal menurun.
Tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan Rp3,77 triliun, merosot 10,6% secara tahunan dari 2014 yang mencapai Rp4,22 triliun lantaran rendahnya aktivitas minyak dan gas akibat harga yang terus tertekan.
Namun, perseroan berhasil menekan beban pokok pendapatan 11,7% menjadi Rp3,06 triliun setelah melakukan efisiensi di berbagai lini.
Saat bersamaan, layanan sub kontrak merosot 25% y-o-y dan biaya pembelian terkoreksi sebesar 29% y-o-y yang diakibatkan oleh lebih rendahnya aktivitas Migas. Namun, rendahnya harga minyak membantu penurunan biaya bahan bakar hingga 42% dari 2014.
Harga Minyak Mentah Jadi Tumpuan
Secara terpisah, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, menilai level terendah sudah dicapai oleh harga minyak mentah dunia. Tren penurunan terjadi bukan saat harga mulai membaik, tetapi ketika kondisi diyakini tidak akan lebih buruk lagi.
“Harga minyak diyakini sudah memasuki level bottom, saat itulah investor merasa kondisi tidak mungkin lebih jelek lagi. Meski memang harga minyak belum pulih,” katanya saat dihubungiBisnis.com.
Kondisi harga minyak mentah dunia, katanya, dinilai lebih baik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Semua emiten pertambangan mematok target hati-hati pada tahun ini.
Namun demikian, data-data perekonomian dunia cenderung masih jelek meski diyakini tidak akan lebih buruk dari sebelumnya. Pendorong ekonomi global berasal dari Amerika Serikat yang dinilai telah melewati masa-masa terburuknya.
Sementara itu, kinerja emiten jasa pertambangan, kata dia, sangat bergantung pada harga komoditas. Optimisme perusahaan Migas membuat mereka bakal melakukan ekspansi dan produksi.
“Bisa jadi, kontraktor pertambangan mulai melihat ke depan akan ada proyek-proyek yang baru, meski ke depan masih dalam pertanyaan, investor berharap setidaknya harga minyak bisa lebih baik,” tuturnya.
Pada sisi lain, Dana Moneter Internasional (international monetary fund/IMF) dan Bank Dunia menurunkan prospek ekonomi global. Hal itu membuat proyeksi ke depan terbilang lebih buruk dari sebelumnya.
Konsolidasi BUMN Minyak & Gas Jadi Spekulasi
Adapun, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan akan menggabungkan perusahaan pelat merah sektor Migas di bawah PT Pertamina (Persero). Rencana itu diproyeksi dapat menguntungkan Elnusa yang masih dimiliki mayoritas oleh Pertamina.
Investor berspekulasi konsolidasi BUMN Migas membuat PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., dan PT Pertamina Gas akan berada di bawah kendali Elnusa. Spekulasi itu membuat harga saham Elnusa melesat tajam.
Satrio menilai tidak berpartisipasinya Iran dalam pertemuan Doha menimbulkan ketidakpastian dalam pergerakan harga minyak mentah dunia. Menurutnya, pertemuan di Doha itu murni persaingan antara produsen minyak Arab Saudi dan Iran yang berdampak pada volatilitas harga.
Dia menjelaskan, kegagalan pertemuan Doha itu bakal membuat tekanan terhadap harga minyak dalam jangka pendek. Tidak sulit sebenarnya untuk mengajak Iran ke dalam meja perundingan.
“Ke depan, harga minyak masih volatile, saya melihatnya Arab Saudi tidak ada pilihan lain, nanti akan ada pengetatan produksi tapi jangka panjang,” katanya.
Pengetatan produksi minyak itu, katanya, diperkirakan akan membuat harga minyak akan stabil pada level yang cukup tinggi. Meski tidak akan berada di bawah level US$30 per barel, dia memerkirakan harga minyak akan stabil pada kisaran US$30 per barel hingga US$45 per barel.
Meski kinerja perseroan terkoreksi, saham ELSA justru melesat 73,28% sejak awal tahun ke level Rp428 per lembar. Perusahaan yang tercatat di sektor energi dengan subsektor jasa Migas itu memiliki kapitalisasi pasar Rp3,12 triliun.
Pendapatan Elnusa Ditarget Capai Rp3,99 Triliun
Direktur Utama Elnusa Syamsurizal dalam laporan tahunan menyatakan setelah pertumbuhan positif pada 2013 dan 2014, perseroan mengalami penurunan revenue tahun lalu lantaran anjloknya harga minyak mentah dunia hingga US$30 per barel. Pendapatan perseroan akhirnya terkoreksi 10,6% dibandingkan dengan 2014 silam.
Tahun ini, perseroan memproyeksikan kondisi perekonomian dunia dan Indonesia tidak lebih baik dari tahun lalu. Rentang harga minyak mentah dunia masih pada kisaran US$50 per barel.
Kondisi tersebut diperkirakan akan mempengaruhi pemangkasan anggaran perusahaan Migas yang bakal berdampak pada berkurangnya pasar jasa Migas.
“Perseroan memproyeksikan laju pertumbuhan pendapatan 2016 sebesar 5,8% atau Rp3,99 triliun dibandingkan dengan 2015,” katanya.
Kontributor pendapatan masih didominasi oleh segmen jasa hulu Migas terintegrasi sebesar 53%, segmen jasa distribusi dan logistik energi 34%, serta sisanya dari jasa penunjang Migas 13%.
Manajemen ELSA mengklaim akan berupaya mempertahankan margin profitabilitas laba kotor dan laba bersih di level yang sama dengan tahun lalu. Sisi internal, perseroan melakukan diversifikasi bisnis, efisiensi, dan perbaikan proses bisnis berkelanjutan.
Sementara terkait rencana dan proyeksi pertumbuhan, tahun ini perseroan membutuhkan investasi pada peralatan jasa hulu Migas terintegrasi dan jasa distibusi logistik energi. Investasi itu tentu membutuhkan permodalan baik dari sumber pinjaman, maupun kas internal.
“Laju pertumbuhan dan rencana investasi tersebut dijalankan dengan tetap menjaga struktur modal yang optimal,” tuturnya.
Pembelian Kapal Seismik
Untuk mendukung kinerja tahun ini, perseroan melalui anak usahanya, PT Elnusa Trans Samudera (ETSA) membeli kapal seismik dengan harga di bawah US$320 juta, yang diharapkan bakal tiba bulan depan. Kapal yang dibeli tersebut diproduksi pada 1992, dan telah diremajakan (rebuild) pada 2013.
Kapal Elnusa disebut-sebut memiliki sejumlah kelebihan dan kemampuan yang belum pernah dimiliki oleh dua kapal seismik berbendera Indonesia lainnya.
Kapal tersebut dilengkapi teknologi terbaru dan memiliki kapasitas untuk membawa 12 streamerdengan jangkauan masing-masing 10 kilometer. Streamer berfungsi sebagai hydropone yang menangkap gelombang dari getaran untuk mengetahui kandungan minyak dan gas bumi di bawah laut.
Nantinya, perseroan akan menggunakan kapal itu untuk melakukan survei seismik di laut dalam demi penemuan cadangan Migas. Tidak hanya itu, perseroan juga tengah mengkaji memasuki sektor kelistrikan dengan memanfaatkan gas sisa.
Investor ELSA sudah sangat optimistis kinerja perusahaan berlambang kuda laut emas itu bakal membaik, tercermin dari melesatnya harga saham perseroan hingga 73,28% y-t-d. Lantas, mampukah manajemen Elnusa mempertahankan laju kinerja di tengah harga minyak mentah dunia yang terus tertekan?
Metrotvnews.com, Jakarta: Pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memberikan dampak yang bagus bagi kinerja PT Elnusa Tbk (ELSA). Hal itu dikarenakan penghasilan perseroan sebesar 60 persen didapatkan dari USD.
Direktur Utama (Dirut) ELSA, Syamsurizal Munaf, mengatakan penghasilan perseroan sebesar 60 persen dalam bentuk dolar AS, sedangkan sisanya 40 persen didapatkan dari rupiah. Sehingga dampak melemahnya rupiah menguntungkan perseroan.
“40 persen rupiah. Jadi yang rupiah anak usaha jualan tranportasi untuk bahan bakar. Namun kita masih bagus dari penguatan dolar AS,” kata Syamsurizal, saat public expose perseroan, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Dia menjelaskan, biaya perseroan pada dasarnya lebih besar menggunakan rupiah yakni mencapai 70-80 persen, sedangkan sisanya menggunakan dolar AS. Namun, biaya atau cost itu masih bisa diatasi dengan penghasilan yang didapatkan perseroan.
“Pendapatan perseroan meningkat akibat melemahnya rupiah terhadap USD. Jadi kita tenang saja dari pelemahan ini,” ungkapnya.
Sekadar diketahui, hingga kuartal III-2014, Elnusa telah meraih peningkatan pendapatan yang naik tipis 3,43 persen menjadi Rp3,02 triliun, dari periode sama tahun sebelumnya Rp 2,92 triliun. Laba bersih perseroan menjadi Rp288,28 miliar, penjualan sebesar Rp87,25 miliar.
AHL
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/12/19/334113/elnusa-tak-gentar-dengan-pelemahan-rupiah
Sumber : METROTVNEWS.COM
Presdir Elnusa Blakblakan soal Rahasia Perusahaan
Rabu, 11 September 2013 14:24 wibRezkiana Nisaputra – Okezone
… diam2 jadi SAHAM FAVORIT gw : potential gain % elsa MELAMPAUI TREN KOLEKSI SAHAM warteg saham gw
|
JAKARTA – Dalam membangun sebuah perusahaan, diperlukan strategi khusus agar bisa berkembang dengan baik. Tidak hanya cukup modal saja, namun untuk mewujudkan perusahaan yang sukses diperlukan kemahiran pemimpin untuk mengelola dengan jitu.
Presiden Direktur PT Elnusa Tbk (ELSA) Elia Massa Manik menyebutkan, sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor utama di balik kesuksesan sebuah perusahaan. Dengan SDM yang pandai dan mampu bekerja sama dalam sebuah tim, maka perusahaan akan lebih unggul.
Pria jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menyabet gelar Master Business Management dari Asian Institute of Management (AIM), Filipina ini mengaku bahwa kondisi perusahaannya dalam kondisi menggembirakan karena faktor SDM.
Klaim yang dilontarkannya itu didasari oleh kinerja para karyawannya yang penuh semangat. Walhasil sejumlah inovasi-inovasi terus mengalir dan sangat berguna bagi Elnusa.
“Kalau kita lihat sekarang ini sebenarnya hampir semua kita berikan untuk SDM. Kita banyak launching program untuk para karyawan, ini juga agar karyawan bisa berkumpul bareng, bisa berdiskusi. Kita sediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang supaya mereka itu bisa berkreasi, karena saya kira sebagai services company. Itu salah satu kunci suksesnya,” tutur Elia saat bincang-bincang dengan Okezone di Jakarta, Senin 9 September.
Namun untuk mengembangkan atau memajukan sebuah perusahaan perlu kombinasi dan strategi yang baik. Selain SDM, lanjut dia juga diperlukan investasi organik maupun non organik.
“Investasi itu baik yang organik maupun nonorganik growth, baik itu di core business maupun di bidang jasa energi yang lainnya. Nah ini harus terus digenjot, ini tentu apapun growth yang sudah dicapai harus bisa dikerjakan SDM dan mereka yang harus mumpuni, saya kira itu kunci suksesnya,” dia menjelaskan.
Kendati demikian, dia mengakui tidak mudah untuk memberikan kenyamanan bagi semua karyawan. Sebab, aspirasi karyawan pun bisa mengenai keluhan.
“Inikan proses pembangunan. Untuk membangun sebuah perusahaan dan ini enggak semudah seperti membalikkan telapak tangan kita,” terang Elia.
Saat ini perusahaan yang dipimpinnya sejak Juli 2011 itu dinilai sudah jauh lebih baik dibanding saat Elia baru menjabat. Dia juga membebaskan karyawannya untuk bisa menyampaikan aspirasi, jika memang ada sesuatu yang terbilang tidak nyaman.
“Kita dapat banyak melihat sekarang inovasi-inovasi yang dulu mereka itu sulit untuk bicara dengan atasan. Nah kalau sekarang sudah mulai mencair,” tutup dia. (wan) (wdi)
Recent Comments